Kumpulan Landasan Teori, Definisi, Pengertian Bidang Pengetahuan Umum, Sosial, Ekonomi, Managemen, dan Akuntansi

Wednesday, June 17, 2015

Makalah Pengembangan Kelembagaan dan Kapital Sosial

MAKALAH PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN KAPITAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Roy Mahendra

PENDAHULUAN

Pengembangan masyarakat berbasis komunitas ujungnya adalah pengembangan kelompok-kelompok social-ekonomi berskala kecil maupun individu yang ada dalam komunitas. Pengembangan kelompok-kelompok kecil melalui jalan pemberdayaan diharapkan mampu menumbuhkan kemandirian kelompok–kelompok atau kelembagaan sosial yang ada di komunitas sehingga pada akhirnya tercapainya tujuan akhir yaitu kesejahteraan bersama dalam kelompok.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kelembagaan 
Bertrand (1974) mendefinisikan kelembagaan (institution) sebagai “himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat”. Kelembagaan merupakan tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, organisasi dan sistem sosial lainnya. Adapun perbedaannya kelembagaan bersifat lebih universal dan penting sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik.   

Menurut Scott (2008), terdapat tiga pilar kelembagaan, yaitu:

pilar kelembagaan


Kelembagaan Sosial
Kelembagaan social merupakan terjemahan langsung dari istilah social institution. Kelembagaan social adalah suatu kompleks atau system peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting (Polak, 1966). Setiap masyarakat tentu memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompokkan akan terhimpun menjadi kelembagaan social. Sebagai suatu batasan, dapatlah dikatakan kelembagaan social merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Wujud konkret dari kelembagaan social adalah asosiasi. Sebagai contoh, universitas merupakan kelembagaan social, sedangkan IPB, UI, UGM dan lain-lain merupakan contoh-contoh asosiasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Bertrand (1974) bahwa kelembagaan social adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, organisasi dan system social lainnya (Nasdian, 2014).

Sedangkan fungsi dari kelembagaan social menurut Van Doorn dan Lammers (1959) adalah:
1) Memberi pedoman perilaku pada individu/masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat.
2) Menjaga keutuhan, dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka kesatuan dalam masyarakat dapat dipelihara.
3) Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan control social (social control).
4) Memenuhi kebutuhan pokok manusia/masyarakat. 

Fungsi-fungsi di atas menyatakan bahwa apabila sesorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu maka harus pula memperhatikan dengan teliti kelembagaan-kelembagaan social di masyarakat yang bersangkutan.

Pengembangan Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan sinonim dengan  pembinaan kelembagaan (institution development) yaitu suatu proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini dapat secara internal digerakkan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampurtangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau oleh badan pembangunan (Israel, 1990). Sedangkan Brinkerhoff (1985) mengartikan pengembangan kelembagaan sebagai proses menciptakan pola baru kegiatan dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu karena didukung oleh norma, standard dan nilai-nilai dari dalam.

Pengembangan kelembagaan dapat menyangkut sistem manajemen, termasuk pemantauan dan evaluasi ; struktur dan perubahan organisasi; perencanaan, termasuk perencanaan untuk suatu proses investasi yang efisien; kebijakan pengaturan staf dan personalia; pelatihan staf, prestasi keuangan, termasuk manajemen keuangan dan perencanaan , penyusunan anggaran, akunting, adan auditing; perawatan ; dan pengadaan. 

Kapital social didefinisikan sebagai suatu system yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi social dan ekonomi, seperti pandangan umum (word-view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational dan economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi capital-kapital lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan” (Colletta & Cullen, 2000). 

Sedangkan Putnam (1993) mendefinisikan capital social sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Kapital social didefinisikan sebagai institusi social yang melibatkan jaringan (network), norma-norma (norms), dan kepercayaan social (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi social (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama.

Empat tipe utama Kapital sosial yaitu:
1) Tipe Ikatan Solidaritas (bounded solidarity)
Capital social menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi yang merugikan kelompok.
2) Tipe Pertukaran Timbal-balik (reciprocity transaction)
Pranata yang melahirkan pertukaran antar para pelaku
3) Tipe Nilai Luhur (value introjection)
Gagasan dan nilai, moral yang luhur, dan komitmen melalui hubungan-hubungan kontraktual dan menyampaikan tujuan-tujuan individu di balik tujuan-tujuan instrumental.
4) Tipe Membina Kepercayaan (enforceable trust)

Keempat  tipe kapital social di atas selalu terkait dengan penggunaan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu dan bersifat timbal balik. Kapital social memiliki konskuensi positif dan negatif. Konsekuensi positif berupa sumber pengawasan social, sumber dukungan bagi keluarga, dan sumber manfaat social ekonomi melalui jaringan social luar. Sedangkan konskuensi negatifnya yaitu berupa pembatasan peluang bagi pihak lain (eksklusifitas), pembatasan kebebasan individu, klaim berlebihan atas keanggotaan kelompok, dan penyamarataan norma bagi semua anggota (konformitas). 

Sedangkan dimensi capital social yaitu:
1) Integrasi (integration) yaitu ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik, dan agama.
2) Pertalian (linkage) yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal berupa jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama.
3) Integritas organisasi (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi Negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hokum dan menegakkan peraturan.
4) Sinergi (synergy) yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations).

Framework

framework sosial capital

Selanjutnya Woolcock (2001) membedakan tipe capital social menjadi tiga, yaitu (1) bonding social capital, (2) bridging social capital, dan (3) linking social capital. Ketiga tipe kapital sosial ini dapat bekerja tergantung keadaan masing-masing. Ia dapat bekerja dalam kelemahan maupun kelebihan dalam suatu masyarakat. Ia juga dapat digunakan sebagai pendukung sekaligus penghambat dalam ikatan social sehingga tergantung bagaimana individu dan masyarakat memaknainya.

Hubungan antara capital social bridging, bonding, dengan fungsi pemerintah. 

hubungan sosial kapital

ANALISIS
Studi Kasus Koperasi Gapoktan Al-Ikhwan, Pada Masyarakat Desa Sukaraharja Kab Cianjur.
Latar Belakang Pendirian Koperasi
Desa Sukaraharja adalah wilayah yang luas lahannya didominasi oleh pesawahan (279,7 ha/m2) atau sekitar 66,7% dari luas wilayahnya yang mencapai 419,15 ha/ m2, Dibanding dengan desa-desa lain yang ada di kecamatan Cibeber sebagai salah satu wilayah unggulan penghasil beras cianjur, namun demikian para petani lokal disana tak bisa menikmati semua itu. Gambaran petani yang identik dengan kemiskinan, terbelakang akan teknologi tepat guna dan bukan propesi yang menjanjikan bagi para generasinya seolah melekat kuat. Hal ini terbukti dengan jumlah warga yang mendapat konpensasi dari pemerintah seperti RASKIN yang mencapai 16 Ton/sekali pengiriman, BLT dll cukup dominan, belum ditambah dengan tarap pendidikan yang rata-rata lulusan SD dan wilayah ini beberapa waktu kebelakang pernah menjadi salah satu desa tertinggal (DT).

Dikarenakan keterbatasan kepemilikan lahan menjadikan petani desa ini hanya berprofesi sebagai buruh tani/penyewa/maro lahan, ditambah ketersediaan pengairan/irigasi yang tidak memadai menyebabkan lahan sawah mereka hanya bisa ditanami dua kali/tahun jadi ketika musim kemarau datang lahan sawah mereka dibiarkan tak ditanami, ditambah biaya usaha tani yang terlalu tinggi dikarenakan berbagai kendala jarak yang lumayan jauh dari kecamatan sehingga menyebabkan mereka terlilit utang dari rentenir seperti pijaman yarnen (1 kg pupuk dibayar 1.5 -2 kg padi) yang menyebabkan mereka semakin terjepit. Belum lagi ditambah dengan sepak terjang para tengkulak yang hanya modal dengkul dan beberapa diantaranya para rentenir.

Berawal dari permasalahan serta kondisi para petani yang memprihatinkan tersebut, warga Desa Sukaraharja melakukan musyawarah desa pada tanggal 24 April 2009 dengan diinisiasi oleh Dompet Dhuafa. Akhirnya disepakatilah dibentuk Gapoktan Al-Ikhwan. Usaha bersama ini berkomitmen untuk meminimalisir permasalahan diatas dan sebuah upaya peningkatan kapasitas dan kemandirian masyarakat tani setempat.

Program pemberdayaan petani sehat untuk klaster Cianjur diawali pada bulan Juni 2009 melalui proses Survey Kelayakan Wilayah (SKW), sosialisasi program, dan pembentukan kelompok serta pendampingan petani. Melalui proses penguatan SDM Petani, Kelembagaan, Pembiayaan dan penguatan teknologi pertanian tepat guna serta pembentukkan jaringan kerja petani, eksistensi koperasi dan gapoktan, kelompok dan mitra petani Al-Ikhwan terus dipupuk dan dikembangkan.

Setelah melalui proses pendampingan intensif kurang lebih dua tahun, maka keberadaan program kemudian dimandirikan pada tahun 2011 dalam bentuk badan hukum koperasi dengan pengelolaan program dilanjutkan oleh para kader dan pengurus gapoktan. Koperasi sebagai institusi ekonomi rakyat dengan watak sosial menjadi instrumen legal formal dalam pengembangan program yang telah berjalan dan membuka diri untuk bekerjasama dengan pihak luar.

Dengan dukungan berbagai pihak seperti Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Cianjur serta instansi lainnya Koperasi Gapoktan Al-Ikhwan terus menjemput mimpi bersama, melanjutkan dan mengembangkan program pertanian dan pemberdayaan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan penuh berkah. Maka komitmen koperasi Al-Ikhwan adalah menjadi organisasi ekonomi umat yang berwatak sosial dan beranggotakan para petani yang merupakan susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan prinsip syariah menuju terciptanya kesejahteraan dan keberkahan umat.

Kegiatan Utama Koperasi
Sebagai koperasi dengan basis wilayah potensinya adalah pertanian, maka fokus kegiatan koperasi gapoktan meliputi:
1) Pengadaan saprotan (pupuk, benih, dll) untuk kebutuhan para anggotanya dengan harga terjangkau .2) Jual beli gabah sebagai salah satu usaha bersama yang membantu petani dari sisi pembayaran dan penyeimbang harga pasar.
3) Pengelolaan usaha jasa listrik on line
4) Produksi dan penjualan pupuk organik
5) Melakukan pengelolaan jasa alsintan traktor dan penggilingan padi
6) Jasa pengadaan gaplek jahe untuk perusahaan Bandrek dan Bajigur
7) Pengembangan usaha emping melinjo.
8) Usaha perkreditan syariah untuk kebutuhan peralatan dapur anggota.

Jumlah Anggota dan Dana yang Dikelola
Jumlah Anggota Koperasi Gapoktan Al-Ikhwan adalah 159 petani dengan mengelola dana sebesar Rp. 345.588.900, 00. Dan jumlah tersebut (baik jumlah anggota maupun dana yang dikelola) terus berkembang hingga sekarang.

Koperasi Gapoktan Al-Ikhwan Cianjur Sebagai Contoh Kelembagaan Lokal.
Kapital sosial bisa diukur melalui partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial. Misalnya, keterlibatan dalam arisan di lingkungan, kerja bakti, maupun, keterlibatan dalam organisasi sosial dan seberapa besar komitmen masyarakat dalam kelompok. Wilayah yang mempunyai tingkat modal sosial yang tinggi ditandai dengan banyaknya penduduk yang terlibat dalam organisasi sukarela dan jaringan antar warga yang kuat. Jaringan semacam ini sangat berperan dalam menggalang masyarakat dalam perbaikan kesejahteraan ekonomi.

Masyarakat Desa Sukaraharja memiliki modal capital yang bagus sebagaimana layaknya masyarakat desa. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi di masyarakat, nilai saling tolong menolong, gotong-royong , kerja sama dan juga terdapat kepercayaan (trust) antar anggota masyarakat. Masyarakat desa Sukaraharja telah tinggal dan berbaur dalam suatu komunitas local sehingga tidak sulit untuk membentuk suatu bentuk kelembagaan local untuk pemberdayaan masyarakat dan mereka biasanya lebih terbuka. Dengan modal capital social inilah, potensi ekonomi masyarakat desa Sukaraharja dapat dihimpun dan dikembangkan dalam bentuk kelembagaan local melalui bentuk gabungan kelompok tani dan koperasi.   

Desa Sukaharja pada awalnya termasuk wilayah yang dari sisi penghasilan penduduk rendah tapi mempunyai tingkat modal sosial yang tinggi. Kondisi seperti ini sering kita saksikan di kawasan miskin yang walaupun hidup berdesakan tapi keterikatan sosial mereka tinggi. Memang ada kesan penduduk yang tinggal di wilayah kantong-kantong kemiskinan mengalami stress yang tinggi namun dengan jaringan yang sudah terbentuk di kalangan mereka akan memudahkan bagi pemerintah maupun lembaga dari luar untuk proses pemberdayaan masyarakat. Salah satu masalah yang di hadapi masyarakat desa Sukaraharja adalah kemiskinan, tingkat pendidikan rendah, dan juga masalah kepemilikan lahan yang sempit. Atas dasar kesamaan nasib dan kekurangan tersebut namun didukung capital social yang sudah berkembang di masyarakat, maka dengan inisiasi pihak luar (Dompet Dhuafa) maka dikembangkanlah suatu model  kelembagaan local untuk pemberdayaan masyarakat local yaitu gabungan kelompok tani dan juga koperasi. Penggabungan kelompok tani ke dalam gabungan kelompok tani (GAPOKTAN), dimaksudkan agar kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usaha tani dari sektor hulu sampai hilir, pemasaran serta kerjasama dalam peningkatan posisi tawar petani sebagai pelaku utama usaha tani.

KESIMPULAN
Pemberdayaan masyarakat lebih mudah dilakukan jika didukung oleh capital social yang bagus. Kapital social masyarakat desa biasanya sudah terbentuk dari hasil interaksi yang intensif dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Kapital social yang sudah terbentuk di masyarakat yang positif dan membantu dalam proses pengembangan masyarakat diantaranya kepercayaan (trust), sifat gotong-royong, keterbukaan, dan saling tolong-menolong.

DAFTAR PUSTAKA
Israel, Asturo. 1990. Pengembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek –Proyek Bank Dunia.” Jakarta: LP3ES (Halaman 11-60).
Nasdian, Fredian Tony. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Kerjasama Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
https://gapoktanalikhwan.wordpress.com/2011/06/14/profile-gapoktan-al-ikhwan/ diakses tanggal 25 Maret 2015
http://pertaniansehat.com/program-pemberdayaan/pemberdayaan-petani-sehat/binaan/koperasi-gapoktan-al-ikhwan-sukaraharja-cianjur diakses tanggal 25 Maret 2015.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Makalah Pengembangan Kelembagaan dan Kapital Sosial

0 comments:

Post a Comment