Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Tahun 2014 Terhadap Perekonomian Indonesia
I. Pendahuluan
Sepanjang sejarah pemerintahan di Indonesia, baru kali ini pemerintah mengurangi porsi subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada saat harga minyak dunia sedang mengalami penurunan, tepatnya tanggal 18 November 2014 lalu. Pengurangan subsidi BBM yang artinya adalah kenaikan harga jual BBM di masyarakat menuai tanggapan yang beragam mulai dari yang pro dan yang kontra karena dampaknya akan berefek pada kenaikan harga-harga pada banyak komoditas lainnya.
Kebijakan pengurangan subsidi BBM di Indonesia memang menjadi isu yang sangat sensitive mengingat dampaknya akan berimbas langsung terutama pada masyarakat berpenghasilan rendah. Banyaknya penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan dan juga masalah kesenjangan pendapatan dan juga tingkat kesejahteraan yang tidak merata di masyarakat menjadi pertimbangan untuk tidak mengurangi subsidi BBM ini. Tetapi pemerintah beranggapan bahwa selama ini subsidi BBM banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas yang banyak menggunakan kendaraan mobil dll. Dengan kebijakan pengurangan subsidi BBM, anggaraan subsidi tersebut bisa dialihkan pada sektor-sektor produktif seperti pembangunan infrastruktur dan juga pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Pemberian subsidi yang dilakukan oleh pemerintah diibaratkan seperti memakan buah simalakama. Pengurangan subsidi atau menaikkan harga BBM akan menambah beban hidup rakyat kecil baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka tidak hanya menghadapi kenaikan harga BBM, tetapi juga kenaikan berbagai harga barang dan jasa kebutuhan lainnya. Berbagai kenaikan tersebut secara otomatis akan menurunkan daya beli masyarakat, apalagi masyarakat miskin. Namun di sisi lain pengurangan sudsidi akan mengurangi beban pada APBN.
Kebijakan pengurangan subsidi BBM atau kenaikan harga BBM ini menjadi bahan perbincangan/diskusi yang menarik. Para ahli pun berargumen dengan dalil masing-masing baik yang pro maupun yang kontra terhadap kebijakan ini. Namun demikian, tulisan ini akan membatasi pembahasannya hanya pada masalah dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada tahun 2014 terhadap perekonomian Indonesia.
II. Tinjauan Literatur
a. Teori Subsidi
Subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah mengurangi harga atau menambah keluaran (Spenser, 1993). Definisi yang lain untuk subsidi yaitu salah satu bentuk pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi. Subsidi dibedakan dalam dua bentuk, yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy) (Suparmoko, 2003).
Tujuan dari pemberian subsidi ini diantaranya:
1) Mengendalikan harga komoditas yang disubsidi
2) Meringankan beban masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasarnya
3) Menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya produk yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga terjangkau.
Sedangkan efek negative yang ditimbulkan oleh Subsidi, antara lain:
1) Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar, maka kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang-barang yang disubsidi.
2) Subsidi menyebabkan distorsi harga.
Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targetted akan mengakibatkan:
a) Subsidi besar yang digunakan untuk program yang sifatnya populis cenderung menciptakan distorsi baru dalam perekonomian
b) Subsidi menciptakan suatu inefisiensi
c) Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak.
b. Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak
Pemerintah mempunyai kewenangan dalam mengatur perekonomian di Indonesia. Kewenangan tersebut salah satunya berupa kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diambil pemerintah dengan melakukan pengaturan pajak dan pengeluaran pemerintah (Noor Fuad: 2006). Termasuk di dalamnya mengatur masalah subsidi dan alokasinya.
Di Indonesia, Bahan-Bakar Minyak (BBM) termasuk barang yang disubsidi oleh pemerintah, selain listrik (untuk subsidi energy). Subsidi BBM adalah selisih harga BBM yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden (harga eceran) dengan harga patokan BBM. Subsidi BBM disediakan untuk membantu menstabilkan harga barang (BBM) yang berdampak luas kepada masyarakat. Sedangkan BBM yang disubsidi adalah bahan bakar yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu, seperti jenisnya/kemasannya dan penggunanya sehingga masih harus disubsidi dan ditetapkan sebagai Bahan Bakar Tertentu (BBT) seperti premium, solar, dan minyak tanah.
Berdasarkan nota keuangan dan RAPBN 2014 dijelaskan bahwa subsidi BBM, Bahan Bakar Nabati (BBN), LPG tabung 3 kg diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual. Subsidi tersebut diberikan karena BBM sebagai salah satu kebutuhan dasar agar lebih terjangkau oleh daya beli masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah. Karena harga keekonomian BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Namun seiring dengan pergantian pimpinan pemerintahan, kebijakan pemberian subsidi BBM ini mengalami perubahan. Pemerintah yang baru lebih menghendaki untuk mengalihkan danan subsidi BBM ke pengembangan di bidang kesehatan, pendidikan dan pembangunan proyek infrastruktur.
c. Inflasi
Secara sederhana inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1) Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
2) Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Pentingnya Kestabilan Harga
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
III. Pembahasan
a. Kebijakan Subsidi BBM Periode Sebelumnya
Bila melihat perkembangan harga BBM bersubsidi, Pemerintahan SBY periode tahun 2004-2009, telah memutuskan 3 (tiga) kali kenaikan harga BBM yaitu pada tanggal 1 Maret 2005 dan tanggal 1 Oktober 2005 serta tanggal 24 Mei 2008 dan 2 (dua) kali penurunan harga bersubsidi BBM, yaitu pada tanggal 1 Desember 2008 dan tanggal 15 Desember 2008. Kebijakan yang diambil pada saat itu memiliki alasan yang sangat mendesak di mana harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada tahun 2005 mencapai USD 53,44/barel atau naik 186,5 persen lebih tinggi dibanding harga minyak tahun 2003 sebesar USD 28,65/barrel. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah memutuskan menaikkan harga bersubsidi BBM dengan rincian harga bensin premium Rp2.400/liter, harga minyak tanah Rp2.200/liter (314,3 persen dari harga tahun 2003), harga minyak solar Rp2.100/liter.
Walaupun sudah menaikkan harga bersubsidi BBM sebanyak 2 (dua) kali dengan tingkat kenaikan tertinggi dalam sejarah kenaikan harga BBM, realisasi subsidi BBM tahun 2005 meningkat menjadi Rp95,6 triliun atau 138,6 persen dibanding realisasi subsidi BBM tahun 2004 sebesar Rp69 triliun. Realisasi penerimaan minyak bumi tahun 2005 mencapai Rp72,8 triliun sehingga setelah dikurangi realisasi subsidi BBM terdapat deficit sebesar Rp22,8 triliun.
Pada tanggal 15 Januari 2009, pemerintah memutuskan penurunan kembali harga bersubsidi BBM setelah sebelumnya secara berturut-turut menurunkan harga bersubsidi BBM pada tanggal 1 dan tanggal 15 Desember 2008 sehingga harga bersubsidi bensin premium menjadi Rp4.500/liter (turun 10 persen), harga minyak tanah tetap Rp2.500/liter dan harga minyak solar menjadi Rp4.500/liter (turun 6,25 persen).
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada tahun 2009 mencapai USD61,58/ barel atau turun 36,52 persen disbanding harga minyak mentah tahun 2008 sebesar USD97,02/barel. Nilai tukar Rupiah pada tahun 2009 mencapai Rp10.400/USD atau terdepresiasi sebesar 7,15 persen disbanding nilai tukar tahun 2008 sebesar Rp9.706/USD.
Dengan kondisi tersebut pemerintah tidak menaikkan harga BBM pada tahun 2009. Jika mengacu pada harga BBM bersubsidi yang diputuskan pada tanggal 1 Oktober 2008, maka harga minyak mentah pada tahun 2011 sebesar 114.97 persen dibanding harga minyak mentah tahun 2008 dan nilai tukar Rupiah tahun 2011 sebesar 90,42 persen dibanding nilai tukar tahun 2008, sehingga faktor tingkat kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2011 menjadi 103,9 di mana harga bensin premium pada tahun 2011 seharusnya naik menjadi Rp6.000/ liter, harga minyak tanah tetap Rp2.500/liter dan harga minyak solar menjadi Rp5.500/liter.
Bila melihat beban subsidi dalam APBN 2015 yang mencapai Rp433 triliun dan pembayaran bunga utang Rp154 triliun sangatlah besar. Beban subsidi terbesar adalah subsidi bahan BBM, Bahan Bakar Nabati (BBN) dan elpiji, mencapai Rp246,49 triliun. Sementara itu, subsidi listrik mencapai Rp72,42 triliun. Dengan demikian, anggaran belanja negara untuk pembangunan yang tersedia hanya 39 persen. Dari sisi fiskal, subsidi BBM termasuk dalam pos belanja pemerintah pusat yang terus meningkat secara signifikan. Untuk 2013, beban subsidi energi dalam anggaran negara sudah mencapai Rp310 triliun, terbagi untuk subsidi BBM Rp210 triliun dan listrik Rp100 triliun. Sementara itu, dalam APBN-P 2014, beban subsidi energi sudah membengkak menjadi Rp453,3 triliun, terbagi untuk subsidi BBM Rp350,3 triliun dan listrik Rp103 triliun. Belanja subsidi BBM, elpiji, dan BBN dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 naik menjadi Rp291,1 triliun. Anggaran tersebut naik dibandingkan yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2014 sebesar Rp246,5 triliun.
Penaikan harga BBM ditempuh demi menyehatkan fiskal yang kian timpang. Anggaran subsidi BBM terus membengkak, telah mencapai Rp246,5 triliun di APBN Perubahan 2014. Nilaitersebut lebih tinggi daripada anggaran untuk belanja modal yang bersifat produktif, yang hanya Rp161 triliun. Angka belanja modal di 2014 bahkan lebih kecil ketimbang pagu di APBN-P 2013 yang mencapai Rp192,6 triliun.
b. Pengurangan Subsidi/ Kenaikan Harga BBM Tahun 2014
Pengurangan subsidi/ kenaikan harga BBM tahun 2014 ini memang berbeda dibandingkan kenaikan-kenaikan BBM pada pemerintah sebelumnya. Biasanya kenaikan harga BBM dilakukan apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia atau adanya kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Namun, kenaikan harga BBM pada November 2014 ini dilakukan pada saat harga minyak dunia mengalami penurunan. Sesuai dengan pidato presiden Joko Widodo pada tanggal 17 November 2014 di Istana Negara terkait dengan kenaikan BBM ini, dimana disebutkan di dalamnya tujuan dari kenaikan harga BBM tersebut adalah dialihkannya dana subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur, pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.
Pemerintah melihat bahwa dana subsidi BBM yang selama ini dijalankan tidak tepat sasaran dan cenderung dinikmati oleh masyarakat kelas ekonomi menengah. Pemerintah saat ini memerlukan dana untuk pembangunan infrastruktur di tanah air. Dengan pengalihan subsidi BBM ini maka menjadi alternatif pembiayaan pemerintah untuk dapat membangun proyek-proyek infrastruktur dan juga bidang pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga berjanji untuk masyarakat kurang mampu akan disiapkan perhitungan sosial berupa paket, Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar untuk menjaga daya beli masyarakat dan untuk memulai usaha-usaha di sector ekonomi produktif.
c.Dampak Positif Kenaikan Harga BBM
Setiap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan akan selalu berpengaruh terhadap dua sisi, sisi negatif maupun sisi positif. Termasuk kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM ini. Adapun dampak positif dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut diantaranya:
1) Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternatif
Seiring dengan kenaikan harga BBM, maka akan banyak muncul pemikiran dari berbagai pihak untuk mencari bahan bakar alternative sebagai ganti BBM yang harganya naik dan juga sangat terpengaruh dengan harga minyak yang terjadi di dunia. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.
2) Pembangunan infrastruktur secara Nasional akan lebih pesat.
Hal ini dikarenakan selisih harga kenaikan BBM, sesuai dengan janji presiden Joko Widodo, akan digunakan sebagai dana untuk membangun berbagai proyek infrastruktur seperti bandara, pelabuhan laut, jalan raya, rel kereta api dan proyek infrastruktur lainnya. Selisih kenaikan harga BBM inilah yang dijadikan pendanaan proyek-proyek tersebut. Selama ini proyek infrastruktur memang sudah dianggarkan di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) pemerintah Indonesia, namun demikian porsinya relative kecil dibandingkan dengan total APBN. Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah berharap akan mendapatkan sumber dana yang cukup untuk digunakan membangun infrastruktur Indonesia.
3) Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi.
4) Mengurangi Pencemaran Udara. Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan bakar. Minimal mereka akan berfikir ulang jika harus menggunakan kendaraan bermotor atau mobil untuk keperluan yang tidak begitu penting karena harga BBM tidak lagi semurah sebelumnya. Sehingga hal ini akan berdampak pada hasil pembuangan dari bahan bakar kendaraan bermotor yang juga berkurang, dan pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.
d. Dampak Negatif Terhadap Perekonomian Indonesia
1. Dampak Terhadad Inflasi
Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen (IHK).
Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa. Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak bagi masyarakat. Baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang signifikan akan terjadi pada tingkat inflasi dan pada kondisi perekonomian nasional.
Penelitian Rina Oktaviani dan Sahara (2005) dengan judul Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Kinerja Ekonomi Makro, Keragaman Ekonomi Sektoral dan rumah tangga di Indonesia berhasil membuktikan bahwa kenaikan harga BBM menyebabkan meningkatnya tingkat inflasi yaitu sebesar 2,8% sebelum diberikan dana kompensasi, dan 3,02% setelah dimasukkan dana kompensasi.
Dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi adalah akan terjadi kenaikan pada tingkat persentase inflasi. Jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah, dan akan berdampak pula pada harga berbagai jenis barang dan jasa. Kondisi perekonomian akan mengalami goncangan, ketidakstabilan akan terjadi. Iklim investasi akan menurun, sehingga berpengaruh pada jumlah pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan kebijakan moneter. Seluruh instrumen kebijakan moneter efektif dalam mengurangi dan mengatasi inflasi yang dialami.
Kenaikan harga BBM sudah bisa dipastikan akan membuat tingkat inflasi naik. Inflasi akan terjadi jika harga barang-barang mengalami kenaikan. Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar. Selain itu, kenaikan harga-harga juga dipicu biaya transportasi dan pengangkutan yang akan semakin tinggi.
2. Dampak Terhadap Daya Beli
Penelitian Nandang Najmulmunir dengan judul penelitian Dampak Kebijakan Harga Minyak Terhadap Daya Beli Masyarakat menghasilkan kesimpulan bahwa pasca kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada tahun 2005 telah menyebabkan lonjakan perubahan IHK (Indeks Harga Konsumen) dan mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat Kalimantan Timur.
Kenaikan BBM akan menaikkan biaya produksi. jika biaya produksi naik, maka harga barang-barang pun akan naik. jika barang-barang naik, maka daya beli masyarakat akan menurun. jika haraga beli menurun maka pendapatan nasional akan menurun (asumsi jika variabel lain tetap, sedangkan C (konsumsi) mengalami penurunan.)
3. Dampak Terhadap Pengangguran
Kenaikan harga BBM bisa saja sampai menimbulkan jumlah pengangguran meningkat. Dengan adanya kenaikan biaya produksi, biasanya pihak industri akan melakukan efisiensi biaya. Bagi industry kecil maupun UKM yang tidak mampu menaggung dampak dari kenaikan BBM, biasanya akan melakukan pemutusan hubungan kerja atau minimal mengurangi tenaga kerja mereka untuk menciptakan efisiensi. Dengan demikian, efek paling parah dari kenaikan BBM adalah adanya pemutusan hubungan kerja yang artinya jumlah pengangguran akan meningkat.
4. Dampak terhadap Nelayan dan Petani
Pihak yang paling dirugikan dirugikan dengan adanya kenaikan BBM adalah para nelayan. Jika harga solar yang menjadi bahan bakar perahu nelayan jadi naik, maka para nelayan akan semakin sulit. hal ini karena BBM mertupakan komponen penting dalam biaya produksi nelayan yang berkisar antara 50-60% dari total biaya produksi. Kenaikan harga BBM berarti akan menaikkan biaya produksi para nelayan secara langsung. Karena biaya produksi naik, maka mereka akan menaikkan harga jual hasil tangkapan mereka saat melaut. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga ikan dan produk laut lainnya di masyarakat. Padahal ikan adalah salah satu produk makanan sumber protein yang biasa dikonsumsi masyarakat. Dengan kenaikan harga ikan di pasaran, mungkin masyarakat akan mengurangi jumlah konsumsi ikan atau malah mengalihkan konsumsinya pada produk subtitusi misalnya tahu, tempe, atau bahkan kerupuk. Jadi dampak dari kenaikan harga BBM bisa sampai ke berbagai bidang termasuk bagi nelayan.
5. Dampak Terhadap Masyarakat Miskin
Kenaikan harga BBM selalu diikuti efek domino karena mendorong meningkatnya biaya produksi dan transportasi. walaupun harga yang dinaikkan Rp2000, efek yang akan dihasilkan akan berlipat-lipat. masalah yang ditimbulkan pun akan berdampak langsung bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Masyarakat miskin tidak hanya menghadapi kenaikan harga BBM saja, namun akan mengalami kenaikan-kenaikan harga barang-barang akibat BBM naik.
Masyarakat miskin inilah yang paling merasakan dampak terbesar dari kenaikan harga BBM ini. Karena secara struktur masyarakat kondisinya adalah bagian terlemah dari lapisan sosial masyarakat. Masyarakat miskin ini akan langsung turun drastis daya belinya karena mereka tidak bisa meningkatkan penghasilannya untuk mengimbangi kenaikan harga-harga yang terjadi. Sehingga kelompok masyarakat miskin inilah yang seharusnya mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah sehingga daya beli mereka tertolong.
6.Dampak Terhadap Sektor Kesehatan
Sektor kesehatan akan terkena dampaknya dimana biaya kesehatan yang meningkat menyebabkan jangkauan layanan kesehatan menjadi sulit. Ekonomi masyarakat yang rendah biasanya berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang tidak sehat. Meningkatnya kejadian gizi kurang dan gizi buruk akibat terbatasnya pendapatan. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah selain hanya memberikan jaminan kesehatan masyarakat juga memberikan pembinaan kesehatan pada masyarakat. Peranan puskesmas sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat harus dikembalikan peranan utamanya dala upaya pencegahan penyakit. Merevitalisasi program posyandu dalam membina kesehatan masyarakat dan mendeteksi secara dini tumbuh kembang anak.
7. Dampak Terhadap Sektor Pendidikan
Biaya pendidikan terutama pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi akan semakin meningkat. Jangkauan masyarakat ekonomi rendah akan sulit untuk melanjutkan pendidikan karena terbatasnya pendapatan dan harga yang semakin tidak terjangkau. Fasilitas sekolah yang terbatas dan bangunan yang rusak juga masih banyak. Belum lagi di beberapa daerah jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah penduduknya. Kebijakan pemerintah dengan memberikan dana BOS adalah sudah tepat. Subsidi BBM dapat juga perlu diprioritaskan pada pembangunan sekolah, fasilitas sekolah dan beasiswa pendidikan tinggi bagi anak yang berprestasi. SDM berpendidikan adalah investasi bangsa Indonesia kedepannya.
8. Dampak Terhadap Sektor UKM
Naiknya harga BBM akan berdampak buruk bagi UKM (Usaha Kecil Menengah). Kenaikan harga BBM akan mengakibatkan naiknya biaya operasional maupun biaya produksi sebagai akibat naiknya harga bahan baku, biaya transportasi, dan juga tuntutan pekerja untuk naik upah. Di sisi lain, daya beli masyarakat juga menurun akibat kenaikan harga BBM ini. Para pelaku UKM ini menghadapi dampak kenaikan BBM sekaligus yaitu kenaikan biaya produksi dan juga melemahnya daya beli konsumen yang akan menyerap produk yang mereka hasilkan. Hal ini menjadikan pebisnis bermodal kecil tersebut sulit berkembang. Dan yang paling parah adalah bila UKM tersebut sampai gulung tikar karena sudah tidak kuat lagi menanggung biaya-biaya yang naik sedangkan disisi lain, pendapatannya tidak bisa ditingkatkan. Kenaikan harga BBM ini menjadi pukulan berat bagi para UKM yang belum begitu mapan. Hal ini secara umum akan melemahkan daya saing mereka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Apabila tidak ada bantuan dan dukungan dari pemerintah, UKM di Indonesia dikawatirkan tidak bisa bersaing dengan UKM-UKM dari Negara-negara ASEAN lainnya.
9. Dampak Terhadap Sektor Industri
Dampak untuk sektor industri akan berpengaruh untuk biaya produksi, tuntutan kenaikan upah, biaya logistik maupun distribusi. Untuk biaya produksi relative kecil dampaknya karena selama ini industry diwajibkan menggunakan BBM nonsubsidi. Dengan adanya kenaikan harga BBM, maka sektor industry tidak terlalu banyak pengaruhnya terhadap operasional maupun proses produksi. Dampak yang cukup besar berasal dari biaya logistik dan distribusi hasil industri serta adanya tuntutan kenaikan upah dari buruh yang terkena dampak kenaikan BBM. Biasanya setiap kenaikan harga BBM akan selalu diikuti tuntutan kenaikan upah oleh buruh. Dan tak jarang tuntutan ini disertai dengan unjuk rasa dan berhenti bekerja. Jika proses produksi berhenti karena aksi unjuk rasa, maka bisa dipastikan akan ada kerugian yang akan ditanggung oleh pihak pengusaha.
10. Dampak Terhadap Sektor Transportasi
Dengan kenaikan harga BBM sektor transportasi akan langsung terkena dampak dari kenaikan tersebut. Biaya transportasi akan secara otomatis naik. Baik biaya transportasi secara umum maupun biaya angkut logistic dipastikan akan naik. Masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk sarana transportasi mereka saat harus pergi ke tempat kerja. Biasanya angkutan umum juga akan menaikkan tarif jasa mereka seiring kenaikan BBM.
IV. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM merupakan kebijakan yang positif, karena dapat meningkatkan infrastuktur, perekonomian rakyat, penjaminan kesehatan, pendidikan rakyat. Inilah yang menjadi PR penting bagi pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana tujuan bangsa ini didirikan.
Namun demikian, kebijakan menaikkan BBM ini adalah kebijakan yang komplek karena akibatn dari kebijakan ini akan berpengaruh ke banyak sektor mulai dari sektor industry, tenaga kerja, transportasi, kesehatan, pendidikan dll. Kebijakan menaikkan harga BBM ini akan menyebabkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan-kebijakan lanjutan untuk mengantisipasi dari dampak yang ditimbulkan dari kenaikan BBM. Dan jika tidak ditangani secara baik, dampak negative ini akan sangat merugikan Negara secara umum.
V. Rekomendasi Kebijakan
Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diambil pemerintah terkait dengan kenaikan harga BBM ini diantaranya adalah:
1. Sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak, pemerintah seharusnya berupaya untuk meningkatkan produksi minyak nasional dengan perbaikan iklim investasi di sektor pertambangan minyak sehingga mampu menggairahkan kegiatan eksplorasi dan eksplitasi minyak bumi.
2. Upaya untuk menolong dunia usaha yang kian terpuruk akibat kenaikan BBM, maka pemerintah dapat melakukan: penghapusan ekonomi biaya tinggi, penghapusan berbagai pungutan resmi maupun tidak resmi, penyederhanaan rantai perijinan.
4. Pemerintah harus bersikap dan bertindak tegas terhadap pengusaha yang menggeser kenaikan harga BBM dengan menaikkan harga secara tidak wajar dan tidak didukung data yang kuat.
5. Kenaikan kebutuhan bahan pokok dapat meningkatkan kemiskinan secara tajam, oleh karena itu pemerintah seharusnya mampu mengendalikan harga kebutuhan pokok ditingkat yang wajar sehingga tidak memberatkan kalangan konsumen miskin dan kalangan petani sebagai produsen.
6. Pengalihan subsidi BBM ke pembangunan infrastruktur harus dijalankan secara konsisten dan terencana dengan baik. Pembangunan jalan raya (terutama di luar Jawa), pembangunan pelabuhan, rel kereta api dan proyek infrastruktur lainnya harus lebih diutamakan. Karena keberhasilan pembangunan infrastruktur ini akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
7. Raskin dan Subsidi Tunai Langsung secara massif seperti saat ini harus diposisikan sebagai Jaring Pengaman Sosial yang bersifat emergency dan sementara. Subsidi Langsung Tunai untuk selanjutnya seharusnya diberikan kepada kelompok usia non-produktif diatas 60 tahun yang miskin sebagai Jaminan Sosial. Sedangkan kelompok miskin usia produktif diarahkan untuk berusaha dan bekerja.
8. Walaupun pencabutan subsidi BBM secara teori ekonomi memiliki argumentasi yang kuat, pemerintah juga harus memperhatikan faktor sosial dan politik akibat pencabutan subsidi BBM.
Selain hal diatas, pemerintah juga dapat melakukan perbaikan-perbaikan seperti perbaikan fasilitas transportasi umum. Mayoritas masyarakat Indonesia menggunakan kendaraan pribadi dalam melaksanakan aktivitasnya. Hal ini tak pelak mengakibatkan konsumsi BBM melonjak. Pengurangan penggunaan kendaraan pribadi akan mengurangi konsumsi BBM secara signifikan. Namun,sayangnya hingga saat ini tidak ada transportasi umum yang cukup nyaman sehingga masyarakat beralih ke kendaraan pribadi. Mudahnya memperoleh kendaraan dan pajak barang mewah yang murah menjadikan para pejabat atau masyarakat menengah ke atas untuk memiliki kendaraan pribadi. Perlunya pengaturan kendaraan pribadi seperti diJepang dapat mengurangi pemakaian BBM dan sarana angkutan umum dapat menjadi pilihan masyarakat.Kedua Pemerintah harus melakukan efisiensi pada berbagailini/pos pengguna APBN terutama biaya operasional dan belanja negara serta sarana prasarana pejabat yang dinilai terlalu mewah.
Pemerintah seharusnya mampu menekan penguasaan migas oleh asing dan mengembalikannya kedalam pengelolaan negara sesuai dengan amanatkan pasal 3 ayat (3) UUD1945. Saat ini pihak asing sudah mengendalikan produksi dan penjualan minyak dari hulu hingga hilir, setidaknya 89% migas dikuasai oleh asing (Tribun Jabar, 24/3/2012). Kondisi ini diperparah dengan izin pengelolaan sumur-sumur minyak seperti Blok cepu yang dikendalikan oleh Exxon Mobil selama 30 tahun kedepan. Begitu juga sumur minyak yang tersebar di tanah air hampir semuanya dikendalikan oleh asing. Walupun dulu mantan Dirut Pertamina Wydia Purnama pernah menentang kepemilikan asing dan mengatakan pertamina sanggup untuk mengelolanya namun naluri pemerintah untuk menggadaikan asset negara ini pada asing semakin kuatal hasil Wydia Purnama “disingkirkan” dari posisinya karena dinilai tidak mendukung kebijakan pemerintah. Jika minyak bumi dikelola oleh BUMN maka keuntungan akan lebih dirasakan oleh masyarakat. Pengelolaan yang dominan oleh asing menandakan negara gagal dalam memanfaatkan SDA yang ada. Kenaikan harga BMM jelas tidak mensejahterakan rakyat, seharusnya pemerintah memikirkan solusi cerdas seperti negara penghasil minyak lainnya yang mengelola minyaknya dengan baik dan menjualnya lebih murah di dalam negeri.
Terakhir, hal penting yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengoptimalkan upaya pemberantasan KKN. Praktek KKN sudah menjadi penyakit yang akut. Survei TII tahun 2011 menempatkan Indonesia negara terkorup ke-4 di dunia. Sungguh prestasi yang menyakitkan, oleh karena itu sudah saatnya hukuman mati dan pemiskinan bagi koruptor tanpa tanpa tebang pilih. Jika KKN di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini teratasi penulis yakin masyakat akan sejahtera dan tidak akan ada gelombang penolakan terhadap kebijakan pemerintah.
Daftar Pustaka
Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Bayu Prasetyo, Kuncoro dkk. (2008). Efektivitas Dana Subsidi Langsung Tunai (SLT) Dalam Mengatasi Dampak Kenaikan Harga BBM Bagi Masyarakat Miskin. Jurnal Forum Ilmu Sosial, Vol.35 No.1.
Fuad, Noor, dkk. 2006. Keuangan Publik Teori dan Aplikasi. Jakarta: LPKPAP, BPPK, Departemen Keuangan RI.
Handoko, Rudi dan Patriadi, Pandu. (2005). Evaluasi Kebijakan Subsidi NonBBM. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol.9, No.4
Hairul Saleh, Muhammad. (2005). Kebijakan Pemerintahan SBY-JK Tentang Kenaikan Harga BBM 1 Oktober 2005. Jurnal Sosial-Politika, Vol.6, No.12. 43-58.
Ikhsan, Mohamad. dkk.(2005). Kajian Dampak Kenaikan Harga BBM 2005 Terhadap Kemiskinan. Working Paper No.10/2005 LPEM FE UI.
Kariyasa, Ketut. (2006). Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Kinerja Pertanian Dan Implikasinya Terhadap Penyesuaian HPP Gabah. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.4 No.1 : 54-68.
Milton H. Spencer & Orley M. Amos, Jr. 1993. Contemporary Economics, Edisi ke-8. New York: Worth Publishers.
Najmulmunir, Nandang. (2008).Dampak Kebijakan Harga Minyak Terhadap Daya Beli Masyarakat. Jurnal Madani Edisi II.
Nur Hari Susanto, Sri. (2000). "Model Kebijakan Publik Di Bidang BBM Dalam Kerangka Otonomi Daerah". Makalah disampaikan pada Sosialisasi Dan Seminar Nasional Tentang Restrukturisasi Kebijakan Distribusi Dan Pembiayaan BBM Univesitas Diponegoro, Semarang.
Prih Hatiningrum, Naning. (2004). Kajian Ekonomi Politik Kebijakan Harga BBM Di Indonesia.Thesis pada Program Studi Magister Ilmu Administrasi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Setyo Hartono, Djoko. (2011). Dampak Kenaikan Harga BBM di Pasar Dunia Tantangan Bagi Perekonomian Indonesia.Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang, Vol.7, No.2.
Suparmoko, M. 2003. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Edisi 5. Yogyakarta: BPFE.
Sugiyono, Agus. (2004). “Perubahan Paradigma Kebijakan Energi Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan”. Makalah disampaikan pada Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, Pascasarjana UI, Jakarta.
S. Atmajaya, Adwin.(1999). Inflasi Di Indonesia: Sumber-Sumber Penyebab dan Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Kristen Petra Vol.1, No.1. 54-67.
Tim Sosialisasi Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak.(2013). Sosialisasi dan Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak 2013. Jakarta.
Tri Adi Setyawan, St. (2006). Analisis Reaksi Pasar Modal Terhadap Kenaikan Harga BBM: Studi Kasus di Bursa efek Jakarta untuk Saham-Saham LQ 45). Thesis pada Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Tri Sambodo, Maxensius dkk. (2009). Pengaruh Kebijakan Harga Energi (BBM dan TDL) Terhadap Aktivitas Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: LIPI Press.
Yanu Aliffianto, Achmad. (2009). Analisis Reaksi Kinerja Makroekonomi Terhadap Penurunan Subsidi Bahan bakar Minyak (BBM). Jurnal SNASTI 2009-412.
Sumber Internet:
http://www.bi.go.id
http://www.bps.go.id
0 comments:
Post a Comment